Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, - II Timotius 1:7
Salah
satu alasan mengapa kita tidak bisa mengembangkan senyum lebih lebar adalah
karena kita terlampau dicekam oleh ketakutan kita sendiri. Boleh percaya boleh
tidak, namun fakta berkata bahwa ketakutan adalah seperti kanker ganas yang
menggerogoti sukacita kita. Semakin kita mengijinkan ketakutan mempengaruhi
kehidupan kita, maka semakin sulit kita merasakan sukacita.
Cerita
lama dari India menceritakan tentang tikus yang ketakutan karena melihat seekor
kucing. Itu sebabnya tikus tersebut pergi kepada tukang sihir untuk menyulapnya
menjadi kucing. Setelah tikus tersebut jadi kucing, kembali lagi ia dicekam
rasa takut karena melihat anjing. Maka segera saja ia kembali ke tukang sihir
dan minta mengubahnya menjadi anjing. Setelah jadi anjing, lagi-lagi ia takut
ketika bertemu dengan macan dan minta kepada tukang sihir untuk mengubahnya
menjadi macan. Tetapi ketika ia datang lagi dengan keluhan bahwa ia bertemu
dengan pemburu, si tukang sihir menolak membantu lagi, “Akan saya ubah kamu
jadi tikus lagi, sebab, sekalipun badanmu macan, nyalimu masih tetap nyali
tikus.”
Ketika
kita percaya kepada Yesus, kita diubah menjadi manusia baru. Hanya sayang, kita
seperti cerita klasik tersebut. Kita mengaku sudah menjadi manusia baru, tapi
“nyali” kita tidak baru. Daripada mengijinkan Kristus menguasai kehidupan kita,
kita lebih mengijinkan ketakutan yang menguasai kita. Bukan iman, tapi rasa
kuatir. Bukan keberanian, tapi rasa cemas. Tak heran sukacita kita padam. Tak
ada senyum. Tak ada keceriaan. Sebaliknya, kegelisahan dan ketakutanlah yang
terpancar dari hidup kita.
Seandainya
kita memiliki nyali Kristus, tentu kita bisa bersukacita dalam segala keadaan.
Paulus memiliki nyali Kristus, itu sebabnya penjara tak bisa membendung
sukacitanya. Demikian juga situasi dan kondisi yang paling buruk sekalipun tak
akan pernah bisa memadamkan sukacita kita, seandainya kita memiliki nyali
Kristus. Sungguh ironis kalau kita mengaku sebagai anak Tuhan tetapi tak mampu
lagi bersukacita karena situasi dan keadaan yang menantang kita. Bukankah
seharusnya kita berani menghadapi setiap tantangan hidup dengan optimisme dan
sukacita? Kalau tak bisa tersenyum di tengah tantangan hidup, itu seperti
seekor macan dengan nyali tikus.
Hadapilah
semua tantangan hidup dengan optimisme dan sukacita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar